Apakah dengan kita mengetahui arti kata demi kata (artamita) ayat Qur’an dan lafadz Hadits , berarti kita mengetahui makna yang sesungguhnya ?
Mengingat bahwa ayat Qur’an banyak yang bersifat mutasyabihat.
Demikian
pertanyaan member group WA KTH/Kitab Ta’sisu Himmati.
Allohumma
alhimni rusydi wa a’idzni min syar-ri nafsi Ya Alloh berikanlah ilham kebenaran dari sisiMU
kepadaku dan jagalah aku dari kejelekan diriku (memberikan jawaban yang tdk
benar)
Baiklah Pak
Sri Sularso. Terimakasih atas
kesabarannya telah menunggu. Kira-kira 2 X 24 jam setelah pertanyaan diajukan
baru saya jawab.
InsyaAlloh
akan saya jawab berdasarkan pengetahuan sejauh apa yang telah saya ketahui
selama ini. Semoga Alloh Swt membimbing kita.
Arti kata
demi kata /artamita, adalah salah satu system pembelajaran pendalaman dalil
Qur’an dan Hadits sebagai pedoman agama Islam. System kami munculkan ke
masyarakat umum baik secara langsung kajian pertemuan dan juga melalui online
sejak 2011. Untuk publikasi online saya terbitkan blog www.artamita.blogspot.com
Alhamdulillah mulai pertengahan Januari 2019 sudah dengan domain www.artamita.com
Hingga saya
menjawab pertanyaan ini Februari 2019 sudah terhitung sudah 29 tahun dari
pertama saya mengikuti kajian serupa. Dengan meng-artikan kata demi kata,
menulis di bawah tiap penggalan kata bahasa Arab Alqur’an dan Sunah(hadits) di
Yogyakarta akhir Desember 1990. Tentu saja tidak dapat dikerjakan dengan
otodidak /belajar sendiri. Namun dengan cara berguru kepada orang yang
sebelumnya juga sudah berguru.
Dengan
estimasi melakan tadabur setiap tahun khatam satu kali, berarti sudah 29 kali. Tadabur
ialah mengkaji ulang kandungan makna yang telah dipahami pengertiannya dari
arti kata demi kata.
Dengan diperkuat
makna yang relevan dari setiap ayat /hadits yang dikaji dengan ayat lain atau
hadits yang berhubungan, maka kita mendapatkan makna yang sudah “integrated”.
Maksudnya terintegrasi , yaitu pengertian suatu kata sudah muktamad (tepat)
akan posisi dan perannya dalam makna secara umum dan global.
Jika
diambil ilustrasi bangunan rumah, maka salah satu genteng itu terintregated.
Satu bagian yang mempunyai fungsi dan peranan dukungannya terhadap fungsi rumah
secara utuh /keseluruhan. Satu bagian dengan bagian yang lain saling
memperkuat, terpasang secara rapi tidak ada perselisihan.
Sebagaiman
terlukis pada Surah Anisa [4]:84 “ Apakah tidak tadabur mereka kepada
Alqur’an ?, dan andaikan ada (Qur’an) bukan dari sisi Alloh, niscaya mereka
menjumpai perselisihan yang banyak di dalamnya ”. Sesuai sarah Sofatul
Bayan hal 91 yang dimaksud “ Apakah tidak tadabur” yaitu yata’maluuna
ma’anoho wa yatabas-shiruuna ma fihi” berangan-angan tentang maknanya dan
melihat apa yang ada di dalamnya.
Intisari
dari pengertian Surah Anisa tersebut , jika seorang muta’alim , pembelajar
agama benar-benar melakukan kajian Quran dan Hadits sesuai cara yang
disyariatkan maka akan mendapatkan pengertian yang utuh dan menyeluruh. Satu
bagian ayat dengan bagian lain saling berhubungan. Sehingga menemukan Islam
yang kaffah/totalitas, tidak sepotong-sepotong.
Jadi arti
satu kata saja dari Al-quran termasuk hadits sudah diakurkan , confirm dengan
makna di ayat lain secara umumnya.
Kemudian
point soalan berikutnya “ Mengingat bahwa ayat Qur’an banyak yang bersifat
mutasyabihat ”. Benar , beberapa ayat mutashabihat (serupa,samar) terdapat
di awal surah seperti Surah Albaqoroh [2] ayat 1, kemudian Surah Rum [30] ayat
1 juga ayat 1 Surah Ali Imron “ alif lam mim” ,untuk QS.Maryam [19] ayat
1 “ kaf ha ya a’in shod”. QS.Qolam [68]:1 “ nun”.
Alloh Swt
sudah menjelaskan tentang ayat mutasyabihat ini. Yuk kita buka QS.Ali Imron
[3]:7 “ Dia (Alloh Swt) yang menurunkan kepadamu kitab, diantaranya adalah ayat
yang muhkam yaitu ummul kitab. Dan yang lain adlh ayat mutasyabihat
(serupa/amar), adapun orang-orang yang di dalam hatinya menyimpang , dia
(dengan akalnya) akan mencari kerusakan dan mencari pengertiannya. Padahal
tiada yang mengetahui ta’wil (tafsir/pengertiannya) kecuali Alloh Swt. Sedang orang yang yang pandai (beriman) di
dalam ilmu berkata kami iman kepadanya. Semua dari sisi Alloh. Tidak mengambil
peringatan kecuali orang yang berakal ”.
Seorang
mufasir , menurut Pak Sularso yang bagaimana ya?
Mufasir
yaitu orang yang menafsirkan, menjelaskan keterangan tentang suatu pengertian
agar dapat dipahami dengan mudah, itu menurut saya Pak.
Sedang yang
berhak membuat tafsir hanyalah Alloh dan Rosulnya. Tafsir atau keterangan dalam
terminology Quran Hadits disebut “albayinah”.
Dijelaskan
pada QS.Alqiyamah [75]: (18) Maka ketika Kami bacakan Qur’an mk ikutilah
bacaannya. (19) Kemudian atas Kami keterangannya Qur’an.
Alloh Swt
lah yang berhak menerangkan tafsir Qur’an. Rosululloh Saw diperintah untuk
mengikuti bacaan dan keterangannya itu. Keterangan itu kemudian Rosulullohi Saw
sampaikan kepada sohabat, terus kepada tabi’in, estafet terus kepada tabi’it
tabi’in terus bersambung hingga dibukukan oleh salah satu penghimpun hadits
yaitu Imam Bukhori. Dapat dibuka Kitabu Tafsir Qur’an juz 5 dan 6 versi lokal 4
jilid.
Kita umat
Islam setelah paham dari mengkaji Qur’an dan Hadits secara berguru dan gurunya
juga berguru , terus bersambung ke atas. Maka dapat menyampaikan semua ilmu
yang telah didapatkan termasuk bab tafsir Qur’an juz 5 dan 6 itu. Untuk Sunan Tirmidzi
bab tafsir di juz 4 dan 5.
Menafsirkan
dengan menggunakan akal atau pendapat sendiri dapat merusak kemurnian ilmu dan
amalan agama Islam. Hal demikian boleh jadi yg menjadi salah satu penyebab
Islam menjadi pecah belah.
Rosululloh
Saw menegaskan bahkan memberi peringatan keras utk org yang menggunakan
akal/pendapat sendiri tidak berdasar berguru dalam bicara soal agama.
Hadits
Riwayat Tirmidzi , dari Ibnu Abas Rosulullohi Saw bersabda “Takutlah
/hati-hatilah dengan hadits dariku kecuali apa yang telah kalian tau, karena
barangsiapa yang mendustakan atas namaku dengan sengaja maka menempatilah
tempat duduknya di neraka, dan barangsiapa berbicara di dalam Qur’an dengan
pendapatnya maka menempatilah tempat duduknya di neraka ” Kitabul Adilah
hal.8 fii Mukhtarul Adilah.
Mengkaji
Qur’an dan Sunah (hadits) dengan cara yang telah Rosullohi Saw contohkan yaitu
dengan cara berguru, bermusnad dan mutashil perlu dilakukan secara
terus-menerus. Jika kemudian terbentuk kelompok orang-orang yang mengajinya
sama, itu hal yang wajar.
Meski berbeda-beda cara peribadatan termasuk cara belajar mengkaji ilmu Islam, sepatutnya kita tetap menjunjung tinggi toleransi dan menghargai warga masyarakat yang berbeda kepahamannya.Bersyukur hal tersebut sudah ada undang-undangnya, sehingga tetap terpelihara dengan damai.
“Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu” UUD 1945 Pasal 29
ayat 2.
Tiap-tiap warga diberi kebebasan beribadat sesuai dengan kepercayaannya dengan menghormati perbedaan, menghargai hak asasi orang lain. Semangat persaudaraan sebagai wujud nyata Islam yang rohmatan lil 'alamin.
Tiap-tiap warga diberi kebebasan beribadat sesuai dengan kepercayaannya dengan menghormati perbedaan, menghargai hak asasi orang lain. Semangat persaudaraan sebagai wujud nyata Islam yang rohmatan lil 'alamin.
No comments:
Post a Comment