Saat on the way ke seorang rekan di Grabak pada tgl.5
kemarin untuk urusan PPOB (payment point online bank)…..ada sms ..ternyata dari
seorang akhwat di Bogor , ….”Asalamualaikum wa rohmatullohi wa barokatuh,
nyambung YM tadi, iya saya terlalu sibuk kerja sampai belum bisa ngaji lagi,
Gimana ya caranya ? “
Ok, saya mau sitir sebuah hadits qudsi berkenaan
dengan tema di atas.
Bismilah
ياَابْنِ اَدَمَ تَفرَّغ لِعِبَدَتِى اَمْلَأ صَدْرَكَ غِنًى وَاَسُدَّ فَقْرَكَ
وَاِنْ لَمْ تَفْعَل مَلَأْتُ صَدْرَكَ شُغْلًا وَلَمْ اَشُدَّ فَقْرَكَ
" Hai anak Adam , sempatkanlah beribadah padaku (Alloh) maka akan Aku penuhi dadamu dengan kaya dan Aku tutup rasa kefakiranmu, dan jika tidak kau kerjakan maka Aku penuhi dadamu dengan kesempitan dan tidak Aku tutupi kefakiranmu"
Rekan2, hadist qudsi atau firman Alloh melalui lisan Rosulullohi SAW dan tidak termaktub dalam al-Quranul kariim tsb merupakan warning dari Alloh SWT kepada hambanya/anak Adam=manusia.
Pada dasarnya semua manusia berkeinginan mengenyam rasa bahagia. Rasa bahagia itu sendiri kalau mau dicari variabel2 / faktor pendukungnya sepertinya tiada kata pasti, sifatnya hanya relatif saja.
Seorang yang hidupnya kelihatan pas-pasan, bekerja seadanya, makan sehari2 sederhana, namun kenyataanya bisa tersenyum ceria, tiada keluh kesah terucap. Kegiatan rohani/ibadah dapat lancar.
Di sisi lain ada orang terlihat sebagai orang terpandang punya kedudukan di lembaga tempatnya bekerja, materi yang dimiliki rumah, mobil mewah, teman bergaulnya orang2 " the have" . Kehidupannya seakan tiada henti2nya dari kesibukan. Seperti tidak pernah istirahat. Keluh kesah akan keinginan yang belum tercapai. Dari wajahnya tidak mencerminkan org yang bahagia.
Nah, dari dua ilustrasi ini, menunjukkan bahwa kebendaan, kedudukan bukanlah satu2nya faktor penentu kebahagiaan seseorang. Kalau dipersempit mengutip kata-kata bijak "bahagia itu terletak pada hati" . InsyaAlloh anda setuju dengan statement itu, bukan?
Ok,
Sedangkan hati manusia itu yang mengkondisikan tiada lain hanya Alloh SWT yg Maha Kuasa atas segala sesuatu. Makanya ada doa " Allohumma ya muqolabi yanqolibu tsabit qolby 'ala dinika = Ya Alloh Yang Membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agamaMU".
Tiada seorangpun yang tidak ingin merasakan kebahagiaan, namun toh apa yang didapatkan/yang dirasakan belum tentu sesuai dengan yang diharapkan.
Orang yang mempunyai persepsi bahwa dengan perolehan harta yang banyak melimpah akan mendapatkan kebahagiaan, sehingga sebagian besar waktu hidupnya dialokasikan untuk bekerja sampai-sampai urusan ibadah dinomorduakan. Maka dari hikmah hadits di atas akan mendapatkan hasil yang berkebalikan.
Alloh SWT justru akan membikinnya semakin sibuk, tidak punya kesempatan untuk menuntut ilmu agama atau kegiatan di jalan Alloh. Hatinya resah, rasa kekurangan selalu menguasai pikirannya.
Nah, dari hadits di atas dapat diambil semacam resep atau tips bahwa untuk mendapatkan suasana hati agar tenang, damai memiliki "rasa kaya" maka nomorsatukan urusan ibadah.
Atur waktu sebaik2nya, kalau perlu bikin jadwal. Tentu kalau urusan solat 5 waktu sudah dibuatkan jadwal oleh Alloh karena sholat adalah keawajiban bagi org iman yang diatur waktunya. Namun untuk kegiatan di jalan Alloh seperti mengkaji ilmu agama, menghadiri majelis ta'lim dsb hendaklah bikin jadwal. Satu minggu 2 kali atau 3 kali atau kurang lebihnya. Selalu beryukur atas pemberianNYA dengan menginfaqkan sebagian rejeki untuk di jalan (agama) Alloh.
Dengan demikian itu diharapkan Alloh berkenan membimbing, memberikan hidayah serta merodhoi hidup kita. Diberikan dapat mengenyam sedikit rasa bahagia sebagian kecil rohmat Alloh yang tiada terkira.
Yakinlah bahwa Alloh yang mengatur rejeki hambanya.
semoga bermanfaat.