Sebelum berangkat aktifitas ke balai desa, saya sempatkan buka2 arsip lama.
Wah ternyata sebagian sudah jadi rejekinya rayap, dimakan rayap hingga beberapa bagian tulisan hilang,
ya ampun ...hilang donk sebagian ilmu....he he
Ya, bukankan istilah sekarang "al-ilmu fii sutur" ilmu ada di tulisan. sedang dahulu para "winasis" (orang2 cerdas istilah orang Jawa) , terkenal dengan "al-ilmu fii sudur" ilmu dihafal dalam hati, Sebut saja sohabat Abu Huroiroh yang hapa 5 ribu lebih matan hadits beserta sanadnya...Allohuakbar.
Any way...Sebagian yang tersisa ternyata sebuah buku kecil berisi PR (pekerjaan rumah)...maksudnya amalan yang dikerjakan dirumah jangan sampai menganggurkan diri.
Pada PR no.3 tertera sebuah hadits dari himpunan Kitab Sohih Bukhori dari riwayat Abu Huroiroh R A berkata , Rosulullohi SAW bersabda " Kalimatani habibataani ila Rohman, khofifataani 'ala lisani , tsaqilataani fill mizaan -Subhaanallohi wa bihamdihi , Subhanallohil ''adziim"
Artinya " (ada) Dua kalimat yang dicintai Yang Maha Kasih (Alloh SWT) , ringan di lisan (diucapkan) , berat di timbangan (amalan di akhirat) yaitu lafadz <Maha suci Alloh dengan segaa pujianNYA, maha suci Alloh yang maha Agung>".
Teman2,sebagaimana ucapan Sohabat Ali RA, bahwa "alyauma amalun wa laa hisabun , wa ghoda hisabun wa laa amalun" maksudnya sekarang di dunia ini soal ibadah kita baru diperintahkan beramal belum melihat hisaban/hitungan pahalanya sedangkan kelak di kahirat kita tinggal melihat dan menikmati hasil pahalanya dan tidak lagi perlu beramal.
Iya donk, mana mungkin hasil pahala kita beramal akan ditampakkan di dunia ini, pada sebuah dalil disimpulkan bahwa beramal di suau pagi ataupun soredi sabilillah maka pahalanya lebih baik/lebih besar daripada dunia dan seisinya.
Nah dari nasihat baginda Ali RA tersebut juga mengingat fadhilah amalan yang hebat itu, yuk kita amalkan bacaan tadi.
Karena dengan membiasakan dzikrulloh /ingat pada Alloh akan membuat hati kita lebih tenang, dekan dengan Alloh SWT.
Mudah diucapkan, namun memberikan kontribusi yang menambah poin kredit amalan baik kita nanti di akhirat.
Cara pengucapannya ya istilahnya satu paket ya dua kalimat itu, mau lebih banyak ya tentu lebih baik, bebas diucapkan dimana saja , kapan saja, tidak ada hitingan tertentu. Oya , asal jangan pas di dalam kamar mandi, karena dapat mengurangi keta'dziman kalimat mulya tersebut.
Selamat mengamalkan.
Friday, March 15, 2013
Thursday, January 10, 2013
Bolehkah Muslimah Masuk ke Areal Pemakaman ?
Saat jam kerja kemarin Kamis pukul 09.17 an, hp saya berdering.....ternyata saudara kita member MOC dari Bogor yang work di Jakarta menyampaikan suatu masalah sehubungan dgn perkara yang sedang dihadapi.
Akhwat kita yang sering mengkaji kitab jarak jauh dg saya secara live tersebut, sedang berada pada prosesi pemakaman orang tua dari boss di perusahaannya.
" Bagaimana ya , saya takut salah eui....boleh gak kalaw wanita ikut ke acara pemakaman dan ini non muslim, org tua boss saya ?"
Saya harusa keluar kantor untuk cari signyal HP karena rada terputus2, "Ok Ibu, ya ya ..menurut tuntunan Rosulullohi SAW bahwa wanita muslim dilarang mengikuti /mengantar jenazah masuk ke pemakaman".
Sumber hadits nya dapat dilihat dalam Kitab Mukhtarul Adilah sub kitab Kitabul Janaiz yang dinukil dari Sohih Muslim.
قاَ لَتْ اُمُّ عَطِيَّةَ كُنَا نُنْهَى عَنِ اتِبَاعِ الْجَنَاءِزِ وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا
Berkata Umu Atiyah " Kami dilarang jika mengikutkan jenazah dan tidak ditetapkan atas kami saja"
Umu Atiyah adalah sohabat, tentu saja yang melarang adalah Rosulullohi SAW. Dalam matan hadits tersebut adala lafadz " dan tidak ditetapkan atas kami saja" maksudnya tidak hanya untuk Umu Atiyah secara pribadi namun larangan itu berlaku untuk semua wanita muslim, hingga akhir zaman.
Mengikuti (tentu bukan mengikuti untuk dikubur bersama....ha ha ;) ) ...tapi mengantarkan hingga ke pemakaman, merupakan kewajiban bagi sesama muslim. Itu kewajiban bagi muslim (orang Islam laki-laki). Haditsnya di Kitabul Adab (termasuk dalam Kitab Mukhtarul Adilah) dari Riwayat Sunan Abu Dawud " Lima perkara kewajiban muslim atas saudaranya , menjawab salam, mendoakan ketika bersin, mengabulkan undangan, menjenguk ketika sakit dan mengikuti jenazah".
Lalu bagaimana sikap yang harus diambil oleh muslimah ketika menghadiri prosesi pemakaman non muslim?
Menghadapi ini, ya tentu harus ambil jurus "fatonah", trik jitu ajaran Islam , mengambil sikap agar selamat tapi tidak melukai yg lain.
Yang pertama Saudara adalah wanita muslim tentu saja sudah terkena pasal pertama untuk tidak mengantarkan jenazah ke pemakaman, yang kedua terlebih yang meninggal non muslim. jadi ya secara tegas tidak perlu mengantarkan ke pemakaman.
Namun di sisi lain yang meninggal adalah orang tua dari boss di tempat kerja, tentu sebagai karyawan (mungkin bersama2 karyawan lainnya ) sebagai tanda menghormat tetap perlu datang ke rumah duka. Sekedar menjaga hubungan baik. Nah gimana klw semua karyawan ikut masuk mengantar ke pemakaman?
Nah , semapat saya tanyakan, bisa gak, ada gak kemungkinan untuk menghindari, misal pas sudah hampir sampai ke makam, ambil jalan menyimpang, balik ke tempat kerja atau nunggu teman2 di luar. Tentu yang tahu adalah pelaku yang langsung memahami situasi dan kondisinya.
Ya maklum, tidak sedikit wanita yang masuk ke makam mendatangi kuburan org tuanya, ya mungkin belum maklum dengan hadits tersebut. wallohu a'lam.
Yang jelas kita sebagai muslim pengikut rosul ya usahakan sak pol kemampuan untuk mengikuti petunjuknya.
Monday, December 10, 2012
Tips Mengatur Waktu Ibadah
Saat on the way ke seorang rekan di Grabak pada tgl.5
kemarin untuk urusan PPOB (payment point online bank)…..ada sms ..ternyata dari
seorang akhwat di Bogor , ….”Asalamualaikum wa rohmatullohi wa barokatuh,
nyambung YM tadi, iya saya terlalu sibuk kerja sampai belum bisa ngaji lagi,
Gimana ya caranya ? “
Ok, saya mau sitir sebuah hadits qudsi berkenaan
dengan tema di atas.
Bismilah
ياَابْنِ اَدَمَ تَفرَّغ لِعِبَدَتِى اَمْلَأ صَدْرَكَ غِنًى وَاَسُدَّ فَقْرَكَ
وَاِنْ لَمْ تَفْعَل مَلَأْتُ صَدْرَكَ شُغْلًا وَلَمْ اَشُدَّ فَقْرَكَ
" Hai anak Adam , sempatkanlah beribadah padaku (Alloh) maka akan Aku penuhi dadamu dengan kaya dan Aku tutup rasa kefakiranmu, dan jika tidak kau kerjakan maka Aku penuhi dadamu dengan kesempitan dan tidak Aku tutupi kefakiranmu"
Rekan2, hadist qudsi atau firman Alloh melalui lisan Rosulullohi SAW dan tidak termaktub dalam al-Quranul kariim tsb merupakan warning dari Alloh SWT kepada hambanya/anak Adam=manusia.
Pada dasarnya semua manusia berkeinginan mengenyam rasa bahagia. Rasa bahagia itu sendiri kalau mau dicari variabel2 / faktor pendukungnya sepertinya tiada kata pasti, sifatnya hanya relatif saja.
Seorang yang hidupnya kelihatan pas-pasan, bekerja seadanya, makan sehari2 sederhana, namun kenyataanya bisa tersenyum ceria, tiada keluh kesah terucap. Kegiatan rohani/ibadah dapat lancar.
Di sisi lain ada orang terlihat sebagai orang terpandang punya kedudukan di lembaga tempatnya bekerja, materi yang dimiliki rumah, mobil mewah, teman bergaulnya orang2 " the have" . Kehidupannya seakan tiada henti2nya dari kesibukan. Seperti tidak pernah istirahat. Keluh kesah akan keinginan yang belum tercapai. Dari wajahnya tidak mencerminkan org yang bahagia.
Nah, dari dua ilustrasi ini, menunjukkan bahwa kebendaan, kedudukan bukanlah satu2nya faktor penentu kebahagiaan seseorang. Kalau dipersempit mengutip kata-kata bijak "bahagia itu terletak pada hati" . InsyaAlloh anda setuju dengan statement itu, bukan?
Ok,
Sedangkan hati manusia itu yang mengkondisikan tiada lain hanya Alloh SWT yg Maha Kuasa atas segala sesuatu. Makanya ada doa " Allohumma ya muqolabi yanqolibu tsabit qolby 'ala dinika = Ya Alloh Yang Membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agamaMU".
Tiada seorangpun yang tidak ingin merasakan kebahagiaan, namun toh apa yang didapatkan/yang dirasakan belum tentu sesuai dengan yang diharapkan.
Orang yang mempunyai persepsi bahwa dengan perolehan harta yang banyak melimpah akan mendapatkan kebahagiaan, sehingga sebagian besar waktu hidupnya dialokasikan untuk bekerja sampai-sampai urusan ibadah dinomorduakan. Maka dari hikmah hadits di atas akan mendapatkan hasil yang berkebalikan.
Alloh SWT justru akan membikinnya semakin sibuk, tidak punya kesempatan untuk menuntut ilmu agama atau kegiatan di jalan Alloh. Hatinya resah, rasa kekurangan selalu menguasai pikirannya.
Nah, dari hadits di atas dapat diambil semacam resep atau tips bahwa untuk mendapatkan suasana hati agar tenang, damai memiliki "rasa kaya" maka nomorsatukan urusan ibadah.
Atur waktu sebaik2nya, kalau perlu bikin jadwal. Tentu kalau urusan solat 5 waktu sudah dibuatkan jadwal oleh Alloh karena sholat adalah keawajiban bagi org iman yang diatur waktunya. Namun untuk kegiatan di jalan Alloh seperti mengkaji ilmu agama, menghadiri majelis ta'lim dsb hendaklah bikin jadwal. Satu minggu 2 kali atau 3 kali atau kurang lebihnya. Selalu beryukur atas pemberianNYA dengan menginfaqkan sebagian rejeki untuk di jalan (agama) Alloh.
Dengan demikian itu diharapkan Alloh berkenan membimbing, memberikan hidayah serta merodhoi hidup kita. Diberikan dapat mengenyam sedikit rasa bahagia sebagian kecil rohmat Alloh yang tiada terkira.
Yakinlah bahwa Alloh yang mengatur rejeki hambanya.
semoga bermanfaat.
Saturday, November 24, 2012
Apakah Al-Quran Itu ?
Arti kata Qur’an
Asal kata “Qur’an” adalah Qoro’a berarti bacaan. Kata Qur’an berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca).
Adapun definisi Al-Qur’an adalah : Kalam (firman) Alloh yang merupakan mukjizat dan diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW, ditulis dalam mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir , membacanya adalah merupakan ibadah (perintah dalam agama)”
Al-Qur’an turun kepada Rosululloh SAW dengan berbagai macam cara / keadaan :
- Malaikat memasukkan wahyu ke dalam hati Nabi Muhammad SAW. Dalam cara seperti ini Nabi Muhammad SAW tidak melihat suatu apapun, hanya merasakan bahwa wahyu sudah ada di dalam hatinya.
- Malaikat menampakkan dirinya dengan perwujudan seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata, sehingga Nabi Muhammad memahami dan hapal betul dengan apa yang dikatakan oleh malaikat tersebut.
- Wahyu datang kepada Rosululloh SAW ditandai dengan suara gemerincing sebagaimana bunyi lonceng. Cara seperti ini membuat Nabi Muhammad SAW merasakan berat sekali. Terkadang keningya berpeluh keringat, meskipun wahyu turun pada saat musim dingin. Apabila wahyu turun saat Nabi naik unta maka terkadang untanya terpaksa berhenti dan duduk karena beratnya saat dinaiki oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit : “ Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rosululloh SAW, aku lihat ketika wahyu turun kepada Nabi Muhammad SAW, maka beluau seakan–akan diserang demam yang berat dan keningnya bercucuran keringat laksana permata. Setelah selesai turunnya wahyu barulah beliau kembali seperti biasa”.
- Malaikat menampakkan diri kepada Rosululloh SAW benar-benar seperti rupanya yang asli sebagaimana tertuang dalam Al-Quran surat An-Najm (53) ayat 13 dan 14 “ Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada saat yang lain (kedua) ketika (ia berada) di sidrotul muntaha.
Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan dan 22 hari atau total 23 tahun. Di mana 13 tahun Nabi berada di Makah dan 10 tahun di Madinah.
Dengan turunnya Al-Qur’an secara bertahap tersebut mempunyai beberapa hikmah sebagaiberikut :
- Lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Manusia akan enggan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan apabila perintah dan larangan itu diturunkan dalam jumlah banyak dan dalam satu waktu sekaligus. Hal ini diungkap oleh Bukhori menurut riwayat ‘Aisyah RA.
- Dari sekian banyak ayat dalam keseluruhan Kitab Al-Qur’an terdapat beberapa ayat mansukh (yang diralat pelaksanaannya) dan ada ayat yang berfungsi sebagai nasikh / penggantinya. Suatu perkara (hukum) tertentu yang pada waktu awal terbentuknya Islam ,diperbolehkan (mengingat kondisi masyarakat), maka pada waktu berikutnya perkara tersebut diperingatkan dan sebelum ayat turun secara keseluruhan, akhirnya dilarang. Hal ini tidak akan terwujud apabila Al-Quran diturunkan dalam waktu sekaligus.
- Turunnya ayat al-Quran secara bertahap sesuai dengan peristiwa –peristiwa yang terjadi, dapat lebih memberikan kesan dan penghayatan di dalam hati.
- Dapat mempermudah dalam penghafalan. Hal ini merupakan jawaban Alloh SWT atas pertanyaan kaum musyrik mengapa Kitab Al-Quran tidak diturunkan secara sekaligus? . Sebagaimana termaktub dalam surat Al-Furqon (25) ayat 32, : “ ….mengapakah Al-Quran tidak diturunkan kepadanya dalam waktu sekaligus?....kemudian terjawab dalam ayat itu pula “……demikianlah dengan cara begitu kami (Alloh) akan menetapkan (Quran) di dalam hatimu”……..
- Dari sekian jumlah ayat dari Al-Qur’an ada yang merupakan jawaban dari suatu pertanyaan atau penolakan atas suatu pendapat ataupun perbuatan.
Al-Quran merupakan penghubung antara makhluk dan penciptanya, sebagaimana sabda Rosulullohi SAW yang diriwayatkan oleh Tobroni :” alaisa tasyhaduna an laa ilaha il-la Alloh wa an-ni rosululloh ? qo lu bala . Qola in-na hadhal Qur’ana torofuhu bi yadillahi wa torofuhu bi aidikum fa tamas-saku bi hi fa in-nakum lan tadhil-lu wa lan tahliku ba’da hu abada”.
Artinya : Tidakkah engkau (sohabat) menyaksikan bahwa tiada tuhan selain Alloh dan sesungguhnya akulah utusan Alloh? Mereka (para sohabat) berkata “ya”.
(Nabi meneruskan sabdanya) Sesungguhnya Qur’an ini satu ujung di tangan Alloh dan satu ujung di tangan kamu semua, untuk itu pegang teguhlah maka sesungguhnya kamu tidak akan tersesat dan tidak akan rusak setelah (selama) berpegang teguh itu”
Muskhaf / lembaran kertas atau bahan lain yang ditulisi firman Alloh yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang bentuknya kita sudah tidak asing lagi, ternyata memiliki pengertian yang demikian mendalam. Satu ujung Al-Quran (di sudut / sisi sebelah sana) berada di tangan Alloh dan satu ujung (sebelah sini) berada di tangan kita. Berarti Al-Qur’an ini berada ditengah di antara Alloh SWT dan kita manusia ciptaanNYA.
Beruntunglah manusia yang tergerak untuk membuka hatinya, mau berusaha mengerti dan memahami akan maksud firman / kalam / ucapan Alloh SWT yang terkandung di dalam Kitab Suci Al-Qur’an.
Alloh Maha Baik dan Maha Penyayang, banyak sekali peringatan ataupun nasihat yang apabila diperhatikan dengan seksama justru akan berakibat baik dan itulah wujud kasih sayang Alloh terhadap hambanya, seandanya hamba mau menyadari.
Al-Quran sebagai pedoman, petunjuk arah sepanjang perjalanan hidup manusia, apapun isyarat yang ada di dalamnya baik rambu-rambu amar (perintah) ataupun larangan kalau diikuti niscaya akan membawa kepada keberuntungan dan kebahagiaan hidup yang sejati di akhir nanti.
Maka berpegang teguhlah kepada Kitab Suci Al-Qur’an dengan cara belajar mendalami kandungan makna kata demi kata, ayat demi ayat, dan surat demi surat didasari rasa cinta kepada Alloh SWT, tekun dan sabar mengharap ridhoNYA.
Langkah berikutnya adalah meyakini dan mengamalkan apa yang sudah kita peroleh dari pengkajian sedapat yang kita mampu (Alloh SWT Maha Tahu akan kemampuan hamba), maka Rosululloh SAW menjamin kita tidak akan tersesat dan tidak akan rusak (menyimpang dari kebenaran) selamanya.
Sudah siapkah Saudara membuka hati untuk mulai menerima kandungan Al-Quran agar menjadi orang yang beruntung?
Sudahkah Saudara memiliki Al-Quran pribadi sebagaimana buku harian , sebagai ekspresi rasa cinta kepada Sang Penulisnya , Alloh SWT ?
Bagaimana pendapat Saudara, jangan lupa berikan komentar !
Friday, November 16, 2012
Birrul Lil Walidaini Menurut Rosulullohi SAW
Birrul walidaini,
بِرُّ الْوَالِدَيْنِ ya, “tetembungan” / kata ini bukan asing
ditelinga kita bukan?. Sering kita dengar saat seorang anak atau ahli waris “nylameti” kepada orang tua
yang sudah meninggal.
Birrul walidaini seakan mengandung hipnotis yang
bermuatan doktrin, karena dikaitkan dengan acara ritual tahlil selama 3 hari
(kadang masih ada yang 7 hari) setelah meninggalnya seseorang, kemudian hari ke
40, 100, nahun (satu tahun), dua tahun, juga nyewu (1000 hari), termasuk di
dalamnya “nyadran” pada saat menjelang puasa Romadhon.
Termasuk doktrin , karena barang siapa tidak
melakukannya atau tidak mengikuti masyarakat pada umunya maka akan dicap
sebagai anak yang tidak berbakti kepada
orang tua, tidak birul walidaini. Keyakinan yang demikian dipegang teguh oleh
kalangan masyarakat yang kolot/ortodok , sempit wawasan serta ilmu pengetahuan
agamanya serta tertutup pemikirannya untuk menerima perubahan kearah kemajuan.
Namun benarkah demikian birrul walidaini
menurut aslinya ajaran Islam ?
Rekan2 , sebagai umat muslim tentunya dituntut untuk
berpikir, bersikap dan bertindak mengikuti tuntunan Rosulillahi SAW. Karena
memang demikianlah perintah “ingkang akaryo jagad” dalam Kitab Suci al-Quran
Surah Ali Imron (3); 30 sebagaimana postingan saya di atas , artinya
“ Katakanlah (hai Muhammad) , jika kalian
cinta pada Alloh maka ikutilah aku, (dengan begitu) maka Alloh akan mencintai
kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Alloh Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa jika kita
menginginkan mendapat kasih sayang /rohmat Alloh maka caranya adalah dengan
mengikuti tuntunan dan petunjuk Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Alloh untuk
kita ambil suri tauladannya.
Ayat tersebut mengandung pengertian bahwa kalau seorang
hamba dalam hidupnya , pandangan, sikap dan amalannya mengikuti tuntunan
rosulillahi SAW maka dengan sendirinya dosa2nya akan diampuni oleh Alloh.
Termasuk usaha untuk berbuat baik kepada kedua orang
tua (birrul walidaini) sebagai balas budi akan kebaikan orang tua semasa si anak
masih kecil, maka hendaknya niyat yang sangat mulia tersebut juga mengikuti
tuntunan rosulullohi SAW yang benar-benar sesuai dengan sumber data dan fakta
yang otentik menurut kitab al-Quran dan Hadits, dengan dalil di atas
kertas putih.
Sudah jelas bahwa doa kita kepada kedua orang tua
adalah “ robighfir li wa li walidaya warham huma kama robbayani soghiro”,
namun bagaimana amalan pendukung lainnya (cak-cakane)?
Apakah ada dalilnya bahwa jika seseorang anak melakukan
suatu amalan kemudian orang tuanya mendapatkan sesuatu ? (dengan catatan : syaratnya
ada bukti dalil dari ayat berapa atau hadits apa?).
Baik, mari kita lihat dalil sebagai berikut,
(Hadist Abu Dawud , silahkan bisa dibeli di toko kitab atau pinjam untuk
difotocopy).
“Barang siapa membaca al-Quran dan
mengamalkan dengan apa2 yang di dalamnya, maka kedua orang tuanya diberi
mahkota (kuluk) yang bersinar pada hari kiyamat, yang mana sinarnya lebih indah
daripada terang sinarnya matahari di rumah dunia, lalu bagaimana persangkaan
kalian terhadap orang yang mengamalkan sendiri ?”.
Kenapa orang tuanya diberi mahkota ?
Karena orang tua lah yang mendidik anaknya mempelajari
agama yang benar dengan cara menuntun bacaan al-Quran memahami makna dan
mengamalkannya, atau paling tidak ketika anaknya belajar dari orang lain, orang
tuanya mendukung, memberikan restunya, tidak menghalangi. Sehingga orang tuanya
ikut berjasa dalam pembentukan dasar aqidah anaknya sesuai syariat al-Quran dan
Sunah (Hadits).
Orang tua yang diberi mahkota tentu saja terangkat
derajatnya, tentu saja dengan syarat orang tuanya juga satu syariat / aqidah
dengan anaknya yaitu “mengimani” kitabilah wa sunati nabi SAW. Sama2 mengkaji ,
membaca quran dan mengamalkan isinya. Mengaji hanya dengan membaca saja meski
khatam beberapa kali kalau tidak mengerti maksudnya maka tidak akan dapat
mengamalkan perintah dan menjauhi larangan yang mestinya ditetapi.
Itulah cara birrul walidaini menurut tuntunan rosul
yang jelas benar dan cocok dengan dasar pedoman agama Islam yaitu Quran dan
Sunah/hadits dan berhasil jika diyakini
dan diamalkan.
Rekan2, lalu bagaimana sikap kita dengan ide birrul
walidaini dengan “cak-cakan” nya seperti yang disebut di awal tulisan ini? Bagaimana pula hukum amalan tersebut menurut
kacamata syariat agama bersumber kepada quran hadits?
Sejauh ini penulis belum mendapatkan sumber yang jelas serta
dapat dipertanggungjawabkan mengenai dasar dari al-Quran maupun Hadits tentang
amalan “nylameti” seperti di atas. Silahkan barangkali ada rekan yang mau
bertanya kepada ahlinya amalan tersebut.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa yang namanya berdoa
itu kan baik toh yang dibaca kalimat dzikir, takbir (Allohu akbar), tasbih
(subhanalloh) , tahlil (laa ilaha illalloh) dsb. Namun hitungan 3/7 hari , 40,
100 dst , siapa yang menentukan aturan itu? Juga hitungan jumlah tahlil serta
urut2 an nya kalau memang betul2 tuntunan nabi pasti terdapat dalam Kitab Suci
al-Quran atau dalam Hadits Sohih.
Perlu diingat rekan2,
bahwa amalan ibadah yang dilakukan manusia sedangkan
rosul tidak mengajarkan maka itu tergolong bid’ah, sekalipun sudah membudaya
dan mengakar kuat di masyarakat menjadi semacam mitos, tradisi secara turun temurun.
Karena tuntunan ibadah untuk mendapatkan pahala,
meminta ampunan semua sudah diberikan petunjuk yang komplit, baku dan “ pakem “
oleh Alloh dalam al-Quran dan dicontohkan oleh Rosulullohi SAW.
Orang berbuat bid’ah atau mengada-ada kan amalan yang tidak
dicontohkan oleh nabi maka akan mengakibatkan amalan orang itu tidak akan
diterima oleh Alloh SWT.
Pada prinsipnya kita tetap berusaha menjaga diri dan
keluarga dari api neraka sebagaimana yang diamanahkan dalam Quran Surah
at-Tahrim ;6, namun kita juga harus pandai-pandai menjaga diri agar selamat di
dunia dan akhirat. Cara seperti ini berarti kita terapkan habluminalloh
(hubungan dengan Alloh) juga hablumina nas (hubungan dengan sesame manusia).
Paling penting adalah menjaga niyat dan batin kita masing2.
Kalau terpaksa mendatangi acara ritual tersebut ya kita niyati saja untuk menjaga
kerukunan, ngemong masyarakat atau momong keluarga.
Dengan begitu mereka yang mengundang kita tetap senang,
merasa “praja” karena banyak tamu yg datang, sedangkan kita tetap terjaga. Mari
kita sayangi jaga amal kita jangan sampai rusak dan ditolak di akhirat gara2
kita ikut2an mengamalkan gerakan yang seperti ibadah namun sebenarnya di
dalamnya terkandung bid’ah bahkan syirik…..na’udzu billah min dzalik.
Semoga Alloh memberikan manfaat.
Tentang Penyebab Rusaknya Amalan Seseorang dan
akibatnya kelak di padang mahsyar diusir dari telaga Kautsar tidak
diperkenankan mendekat, artikel mengenai hal ini insyaAlloh akan ditulis pada
pertemuan yang akan datang.
Subscribe to:
Posts (Atom)
BDIG (Belajar Islam Dengan Gambaran) : Pensiun Dunia Untuk Bekal Pensiun Akirat
وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ [إبراهيم: 25 - Dan Alloh menjadikan gambaran bagi manusi...
-
Klik immage di atas untuk memperjelas qola sholallohu 'alaihi wa salam asyaddunasi khasrotan yaumal qiyamah rojulun amkanahu tolabu...
-
Klik gambar di atas untuk memperjelas "yarfa'illahu ladziina amanu walladziina utul 'ilma darojaatin wallohu bima ta...
-
Klik image di atas untuk memperjelas 'An Abdillaih bin Mas'ud qola, qola Rosulullohi SAW innalloha qosama bainaku...